TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Anatomi Dan Fisiologi
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
a. Antomi
1) Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul disebut basis cordis, sebelah bawah agak runcing disebut apeks cordis.
2) Letak
Dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum anterior) antara costa 5 dan 6, dua jari di sebelah papila mamae, pada tempat ini teraba adanya pukulan jantung yang disebut iktus cordis.
3) Ukuran
Lebih kurang sebesar gengaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
4) Lapisan-lapisan jantung
a) Endokardium merupakan lapisan jantung sebelah kanan dalam sekali yang terdiri dari jaringan endotel dan selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung
b) Miokardium merupakan lapisan inti dari otot-otot jantung, otot jantung ini berbentuk bundalan-bundalan otot-otot jantung yaitu; otot atria, otot ventrikuler. Bundalan otot atrio ventrikuler.
c) Perikardium lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.
5) Katup-katup jantung
a) Katup trikuspidalis memisahkan antara atrium dan ventrikel kiri jantung.
b) Katup bikuspidalis memisahkan antra atrium kanan dan ventrikel kanan jantung.
c) Katup seminalis arteri pulmonalis aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
d) Katup seminalis aorta terletak antara ventrikel sinistra dengan aorta, dimana darah mengalir menuju kesaluran tubuh. (syaifuddin, 1996).
b. Fisiologi
1) Pengertian jantung
Jantung bergerak mengembang dan menguncup disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan saraf otonom. Dalam kerjanya jantung mempunyai 3 periode yaitu;
a) Periode kontriksi (periode sistole) , suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup.
b) Periode dilatasi (periode diastole), keadaan dimana jantung mengembang.
c) Periode istirahat, yaitu waktu antara periode kontriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti kira-kira 1/10 detik.
2) Siklus jantung
Merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah, gerakan jantung terdiri dari dua jenis yaitu : kontraksi (sistole) dan peredaran (diastole). Kontraksi dari kedua atrium terjadi secara serentak yang disebut sistole atrial.
3) Sifat otot jantung
Otot jantung mempunyai ciri-ciri yang khas, kemampuan berkontraksi otot jantung sewaktu sistol maupun diastol tidak tergantung pada rangsangan saraf. Konduktivitas (daya hantar) kontriksi melalui setiap serabut otot jantung secara halus sekali dan sangat jelas sekali dalam berkas his. Kekuatan yang dimiliki otot jantung secara otomatis dengan tidak tergantung pada ransangan saraf.
4) Denyut arteri
Merupakan suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah dipompakan keluar jantung, denyut ini dapat diraba pada arteri radialis dan pedis yang merupakan gelombang tekanan yang dialihkan dari aorta ke arteri yang merambat lebih cepat. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, makanan, emosi, cara hidup dan umur.
5) Daya pompa jantung
Dalam keadaan istirahat jantung berdebar 70 kali per menit. Pada waktu banyak pergerakan, kecepatan jantung bisa mencapai 150 kali per menit dengan gaya pompa 20-25 liter per menit. (syaifuddin, 1996).
2. Pengertian
a. Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi metabolisme jaringan dan atau kemampuanya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Noor Syaifulah. Edisi 1, 1996 hal. 975)
b. Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi jantung sehingga tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan atau kemampuan hanya ada kalau disertai peningian volume diastolik secara abnormal. (Kapita Selekta Kedokteran, jilid I, edisi 3 hal 434).
c. Gagal jantung suatu kedaan yang memperlihatkan pengurangan fungsi kemampuan jantung memompa darah secara memadai keseluruh bagian sistem pembuluh darah arteri didalam tubuh. (Ibnu Masud, 1996 hal 136).
d. Gagal jantung adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik dan oksigen jantung (Carpenito, 1999. hal 68).
e. Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Bare & Smeltzer, vol 2. hal 805. th 2001)
3. Etiologi
Fungsi jantung sebagai pompa dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
a. Kelainan pada jantung seperti kardiomiopati, katup jantung, sistem sirkulasi koroneanya.
b. Kelainan pada stroke work atau kerja mekanik jantung. Kelainan ini karena adanya hambatan faktor afterload seperti meningkatnya tahanan sistematik vaskular, tingginya tekanan diastolik atau hambatan preload berupa peningkatan aliran baik vena atau volume darah pada umumnya.
c. Kelainan irama jantung yang dapat menyebabkan jantung tidak efektif dalam memompa darah ke arteri sepeti fibrilasi flutter atau bentuk aritmia lainya. (Ibnu Masud, 1996. hal 136)
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi:
a. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipetropi serabut otot jantung.
b. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun.
c. Penyakit jantung lain yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung, misalnya stenosis katub semiluner, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial. Disritmia jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi fungsi jantung. (Bare & Smeltzer , edisi 8, vol 2 hal 806).
4. Patofisiologi
Setiap hambatan pada arah aliran darah (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah yang berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan kedaan yang berakibat terjadinya gejala-gejala backward failure dalam sistem sirkulasi darah. Dengan demikian, sindrom gagal jantung merupakan manifestasi kumpulan tanda-tanda dan gejala, mekanisme kompensasi jantung dengan disertai akibat sampingnya. Beberapa mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah dilatasi ventrikel, hipertropi ventrikel, kenaikan rangsangan simpatik berupa takikardia dan vasokostriksi perifer. Peningkatan kadar katekolamine plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan jantung bagian kiri dan jantung bagian kanan merupakan dua pompa pararel yang terpisah secara anatomis, akan tetapi secara fisiologis masih berhubungan dalam satu sistem sirkulasi. Bila jantung bagian kanan dan kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan ada gejala-gejala dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala-gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan pada sirkulasi paru, keadaan ini yang disebut gagal jantung kongestif. (Noor, Syaifulah, edisi, 1996. hal 197)
5. Manifestasi Klinis
a. Edema pada tungkai
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar.
c. Asites jika pembesaran vena di hepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
d. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena didalam rongga abdomen.
e. Nokturia terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
f. Lemah karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah, katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan. (Smeltzer & Bare, edisi 8. vol 2, hal. 806)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertropi atrial dan ventrikuler penyimpangan aksis iskemik.
b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram : Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur katub dan area penurunan kontraktivitas ventrikuler.
d. Rontgen dada : Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
e. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut memperburuk PPOM.
(Smeltzer & Bare, 2001. hal 808-805)
7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan klien dengan gagal jantung sebagai berikut:
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik, diet dan istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis.
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kontraksi otot jantung dan memperlambat sirkulasi jantung efek yang dihasilkannya, peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis.
2) Vasodilator/ natrium nitroprusida/ nitrogliserla
Digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel, yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet, pantang garam dan pantang cairan.
(Smeltzer & Bare, edisi 8, vol2 hal. 811)
8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik
Disebabkan kurangnya mobilitas klien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan trombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponode jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikadium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran baik vena ke jantung dan hasil proses ini adalah tamponade jantung.
(Smeltzer & Bare, edisi 8, vol2, hal. 813)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yang berhubungan: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi (nursalam, 2001, dikutip dari Iyer, et. al, 1996)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari beberapa sumber data. Untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (Nursalam, 2001)
Pengkajian dengan klien CHF sebagai berikut:
a. Biodata klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, alamat, dan penanggung jawab serta hubungannya dengan klien
b. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan dulu: Berupa penyakit dahulu yang pernah diderita yang berhubungan dengan keluhan sekarang.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala, faktor yang mempengaruhi, apakah berhubungan dengan stress atau kelemahan fisik, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan.
3) Riwayat kesehatan keluarga.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak, insomnia, nyeri dada dengan gangguan aktivitas.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi koma penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, MI akut, penyakit katup jantung, anemia.
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada (disritmia).
3) Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir, takut, stress, tergantung pada orang lain.
Tanda : Ansietas dan peka rangsang.
4) Eliminsi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih pada malam hari, diare/ konstipasi.
5) Makanan/ cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual, muntah, peningkatan masukan garam, gula, lemak, kafein, penambahan berat badan.
Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) dan edema.
6) Neuro sensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, kelemahan pada otot, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
7) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut/kronis dan nyeri abdomen kanan atas.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, menarik diri.
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.
Tanda : Lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum.
9) Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot dan kulit lecet.
2. Diagnosa Keperawatan
Pola dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham Maslow, meletakan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai, harga diri,dan aktualisasi diri.
Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukan bagaimana seorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Congestive Heart Failure secara teoritis sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktivitas miokardial/ penuunan intropik.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan organ (ginjal).
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolus.
e. Resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan edema dan tirah baring lama.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan behubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
(Doenges 2000, hal 54 – 63)
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikut adalah menentukan perencanaan keperawatan yang melindungi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi (Nursalam, 2001). Tahap perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program perintah medis.
Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-msing diagnosa (Doenges, 2000 hal. 56 – 64)
a. Gangguan penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktivitas miokardial/ penurunan onotropik.
Tujuan : Klien dapat beristirahat dengan cukup.
Kriteria hasil : - Wajah tampak rileks
- Tanda vital dalam batas normal
- Kulit teraba hangat
Intervensi:
1) Kaji perubahan sensori
Rasional : dapat menunjukan ketidak adekuatnya porfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
2) Pantau auskultsi TD
Rasional : Hipertensi dapat terjadi berhubungan dengan disfungsi ventrikel.
3) Atar posisi semi fowler
Rasional : Memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan memudahkan ekspansi paru.
4) Kaji kulit pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung vasokonstriksi dan anemia. (Doenges, 2000 hal 56)
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen miokard.
Tujuan : Klien dapat memenuhi aktivitas sehari-hari.
Kriteria hasil : Dapat menunjukan peningkatan toleransi aktivitas.
Intervensi:
1) Berikan aktivitas sengang yang tidak berat.
Rasional : Menurunkan kerja miokard atau konsumsi O2, menurunkan resiko komplikasi.
2) Anjurkan klien menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejar saat defekasi.
Rasional : Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk dapat mengakibatkan bradikardia, juga menurunkan curah jantung.
3) Kaji ulang tanda atau gejla yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas atau memerlukan pelaporan, pada perawat atau dokter.
Rasional : Palpitasi, nadi tak teratur adanya nyeri dada ataudispnea dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program obat/ olah raga.
(Doenges, 2000 hal. 59).
c. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan pefusi jaringan organ (ginjal).
Tujuan : Petahan status cairan seimbang dalam waktu 24 jam.
Kriteria hasil : - TTV stabil
- I dan O seimbang
- Tidak ada tanda kelebihan cairan (edema).
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas untuk adanya krekel.
Rasional : Dapat mengidentifikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2) Catat adanya edema dependen.
Rasional : Dicurigai adanya gagal kongest kelebihan volume cairan.
3) Catat pemasukan dan haluaran
Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal.
4) Beikan diet natrium rendah atau minuman.
Rasional : Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
5) Berikan diuretik: memperbaiki kelebihan ciran
(Doenges, 2000, hal. 60).
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler.
Tujuan : Mengembalikan pola napas efektif selma 1 x 24 jam, pembeian terapi .
Kriteria hasil : - Tidak ada tanda yang menunjukkan klien menahan
napas atau menolak batuk.
- Tidak terjadi komplikasi pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji fungsi pernapasan bunyi , kecepatan, irama, kedalaman.
Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelekstasisironci menunjukan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas.
2) Catat kemampuan batuk
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental.
3) Berikan posisi semi fowler
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
4) Berikan oksigen tambahan
Rrasional : Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk miokardia.
(Doenges, 2000, hal 62)
e. Resiko tinggi integritas kulit berhubungan dengan edema dan tirah baring lama.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : Klien dapat mendemontrasikan perilaku atau teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi dan lain-lain.
Rasional : Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik, dan gangguan status nutrisi.
2) Ubah posisi sering ditempat tidur, bantu latihan gerak pasif atau aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang menganggu aliran darah.
3) Berikan perawatan kulit sesering mungkin, minimal dengan kelembaban dan ekskresi
Rsional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
(Doenges, 2000, hal. 63)
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan behubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
Tujuan : Kebutuhan pengetahuan teratasi.
Kriteria hasil : - Klien mampu menyebutkan tentang pengertian penyakit.
- Klien memutuskan untuk mengubah pola hidup buruk.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahua klien dan keluarga.
Rasional : Belajar lebih mudah bila klien mulai dari pengetahuan peserta belajar.
2) Berikan penjelasan kepada klien tentang proses penyakit.
Rasional : Informasi menurunkan cemas dan rangsangan simpatis.
3) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang pengobatan dan pencegahan.
Rasional : Bertanya dan diskusi dapat menandakan masalah yang dapat diklarifikasi. (Doenges, 2000, hal. 63-64)
4. Penatalaksanaan
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana.
Setelah dilakukan validasi, dan penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknik intevensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan.
(Nursalam, 2001)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien. Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evalusi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan, dimana enaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan paripurna dan menjadi sutu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah dilakukan sebelumnya.
6. Perencanaan Pulang
Informasi yang diberikan kepada klien dibuat sesuai dengan kebutuhan perawat harus mengkaji kesimpulan fisik untuk menjalankan keperawatan diri klien. Adapun informasi yang diberikan kepada klien meliputi:
a. Dalam proses penyembuhan klien harus mampu merawtt dirinya sendiri dengan melanjutkan pengobatan secara teratur sampai merasa sembuh.
b. Meningkatkan keperawatan diri, seperti beristirahat dan diet menurunkan pemasukan natrium dan cairan.
c. Meningkatkan konsumsi nutrisi bervitamin yang dapat meningkatkan kekuatan tubuh.
d. Mengetahui tanda dan gejala timbulnya penyakit CHF dan segera berobat kefasilitas kesehatan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar