LANDASAN TEORI
1. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks, dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300g. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, mensuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme.
Kerja pemompaan jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmik dinding otot. Selama kontraksi otot (sistolik), kamar jantung menjadi lebih kecil karena darah disemburkan keluar. Selama relaksasi otot dinding jantung (diastolik), kamar jantung akan terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya.
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung, yang terbungkus dalam kantong fibrosa tipis yang disebut perikardium.
Kamar jantung, sisi kiri dan kanan jantung, masing-masing tersusun atas dua kamar, antrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium adalah menampung darah yang datang dari vena dan bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosongkan ke ventrikel. Katup jantung dibagi menjadi 4 bagian yaitu: katup trikuspidalis, katup mitral atau bikuspidalis, katup pulmonalis dan katup aorta. (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Definisi
a. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal ginjal, gagal jantung dan stroke (Brunner dan Suddarth, 2001).
b. Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, cedera serebra vaskular dan gagal ginjal (Carpenito, 1999).
c. Hipertensi adalah sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya > 140mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).
3. Etiologi
Tingginya tekanan yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, yang paling jelas pada mata, jantung, ginjal dan otot. Maka konsekuensi yang biasa pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, okulasi kroner, gagal ginjal dan stroke. Selain itu jantung membesar karena dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah.
Peningkatan tekanan perifer yang dikontrol pada tingkat anteriola adalah dasar penyebab tingginya tekanan darah. Penyebab tingginya tekanan tersebut belum belum banyak diketahui. Selain itu hipertensi juga dipengaruhi oleh tekanan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi faktor keturunan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari pada pria
(Smeltzer dan Bare, 2001).
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jenis saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumnamediko spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuran preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap nepiretrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi konteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokintriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubelus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tesebut cendrung mencetuskan keadaan hipertensi.
(Smeltzer & Bare, 2001)
5. Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sulit tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.
( Kapita Selekta, hal 518)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. BUN/Kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
b. Glukosa
Hiperglikemia (Diabetes Melitus adalah pencetus infeksi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium dapat meningkatkan hipertensi.
e. Kolesterol dan trigeliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
j. Steroid urine
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi pituitari, sindrom cushing; kadar renin juga dapat meningkat.
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal/ureter.
l. Foto dada
Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup: deposit pada dan/atau takik aorta; pembesaran jantung.
m. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, CSV, Ensefalopati, atau feokromositoma.
n. EKG
Dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
(Doenges, 2002)
7. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap klien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan takanan darah dibawah 140/90mmHg.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan non farmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi.
Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi (pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95mmHg dan diastoliknya diatas 130 sampai 139mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan, misalnya: Captopril, dan lain-lain.
(Brunner & Suddarth, 2001)
8. Komplikasi
a. Stroke.
Dapat ditimbulkan akibat peredaran tekanan darah tinggi di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
b. Infark miokardium.
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
c. Gagal ginjal.
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d. Kerusakan otot.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan perifer dan mendorong cairan kedalam ruang intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
(Corwin, 2000, hal 359)
B. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri 5 tahap, yaitu: Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelasksanaan dan evaluasi. (Nursalam, 2001 ).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001)
Pengkajian pada klien hipertensi sebagai berikut:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, keletihan, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, arteroklerosis, penyakit jantung koroner/katub dan penyakir serebrovaskuler.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, frekuensi/irama: Takikardia, disritmia, murmur stenosis valvular.
c. Integritas ego
Gejala : Ansietas, depresi, eutoria atau merah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)
Tanda : Gelisah, penyempitan kontinu perhatian, gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata).
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini/yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); gula-gula yang berwarna hitam; kandungan tinggi kalori.
Tanda : Berat badan normal/obesitas, adanya edema; kongseti vena, DVJ; glikoseria (hampir 10 % pasien hipertensi adalah diubetik).
f. Neorosensori
Gejala : Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala seboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
Tanda : Status mental: Perubahan keterjagaan, orientasi pola/isi bicara, afek proses pikir, atau memori (ingatan).
Respon motorik: Penurunan kekuatan genggaman tangan dan/reflek tendon dalam.
Perubahan-perubahan retina optik: Dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat dan hemoragi tergantung pada berat/massa (trekromositomo).
g. Nyeri/ketidaknyaman
Gejala : Angino (penyakit arteri kroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tangkai/klaedikasi, sakit kepala berat, nyeri abdomen/massa (trekromositomo).
h. Pernafasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas kerja, takipnea, ortopnea, dispnea nokternal proksimal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distres respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan (krakles/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unikotral transien. Hipotensi postured.
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : Faktor-faktor resiko keluarga: Hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal, penggunaan pil KB (pada klien wanita) atau hormon lain, penggunaan obat/alkohol.
(Doenges, 2000)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari kelompok atau individu dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. (Carpenito, 2000).
Adapun diagnosa keperawatan pada klien hipertensi menurut Carpenito (2000) antara lain:
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Resiko tinggi perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan rencana pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kurang mengingat, atau salah interpretasi.
3. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan, dalam menentukan perencanaan keperawatan perlu menyusun “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “Kebutuhan Manusia” (Nursalam, 2001, hal 52)
Menurut Carpenito (2000) rencana tindakan keperawatan pada klien dengan hipertensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar